Aevo, si Pendaki Gunung
Bercerita
tentang seorang pendaki gunung yang bernama Aevo, yang memaknai hidup
dari perjuangan yang dia lakukan. Hampir seluruh waktu dalam hidupnya
dipakai untuk menaklukkan gunung-gunung yang menjulang tinggi, hanya
untuk melihat pemandangan mana yang terindah. Semakinn tinggi gunung
yang dia taklukkan, semakin indah pemandangan yang ia dapatkan. Hingga
pada suatu kesempatan, Aevo memutuskan untuk mendaki sebuah gunung yang
amat tinggi. Aevo merasa itulah gunung tertinggi yang pernah ia hadapi.
Dalam hati Aevo ada ketakutan,hal yang selalu datang dalam hatinya
setiap akan mendaki sebuah gunung. Seperti biasa pula, Aevo berusaha
menenangkan hatinya.
Setelah merasa cukup tenang,Aevo mulai melangkahkan kaki, selangkah
demi selangkah. Mendaki gunung yang akan menghadiahi dia banyak
tantangan dengan bekal seadanya.
Tidak terasa, Aevo sudah mendaki seperempat dari gunung tersebut.
Aevo melihat sejenak ke belakang, jalan yang sudah ia lalui. Dalam
pikirannya, dia berkata, "Ah, masih belum jauh." Sambil terus
melangkahkan kakinya. Sampai langkahnya harus terhenti oleh seekor ular
yang berjalan di hadapannya. Sesaat Aevo panik, dan ingin menghindar.
Namun, sedikit gerakan tubuhnya, menyadarkan ular tersebut akan
kehadiran Aevo di sekitarnya. Ular tersebut memandang Aevo yang sedang
berusaha tenang, dan ternyata ketenangan Aevo akhirnya membuat ular
tersebut pergi.
Aevo melanjutkan perjalannya dengan sisa bekal yang masih ada.
Ketegangan karena ular tadi cukup membuat Aevo kehilangan tenaga. Kini
Aevo sampai di posisi tengah dari gunung tersebut. Saat Aevo sadar akan
posisinya, ada ketakutan muncul kembali dalam hatinya. Betapa jauh dan
terjalnya jalan yang sudah ia lalui, dan yang masih akan dia jalani.
Ditambah dengan bekal yang sudah sangat menipis. Aevo takut akan mati
di tengah jalan. Sesaat kembali Aevo duduk dan mengumpulkan semangat,
kembali pada motivasinya. Setelah yakin, Aevo kembali melangkah. Dia
mulai dapat melihat pemandangan yang indah namun masih buram.
Sampailah Aevo pada tiga per empat bagian gunung itu. Ada
pemandangan yang sangat mengerikan. Terdapat beberapa tulang belulang
manusia di sana. Yang mungkin tewas saat mendaki dunung tersebut.
Segera Aevo membuka bekal dan terkejut. Tinggal sepotong roti di sana.
Pikiran Aevo terguncang, takut akan kematian yang ada dalam benaknya.
Namun saat memandang ke bawah, Aevo sadar, sudah terlalu jauh. Saat
memandang sekelilingnya, Aevo mulai melihat pemandangan yang belum
pernah ia lihat, namun masih buram. Dan saat ia memandang ke atas, dia
sadar, tinggal beberapa langkah lagi. Segera Aevo menghabiskan roti
itu, dan dengan tekad bulat memutuskan akan mendaki gunung tersebut
sampai tuntas.
Langkah-langkah Aevo terus bergantian, walau lelah sudah tak
terkatakan lagi. Aevo terus berusaha, walau terjatuh beberapa kali.
Naik, naik, dan terus naik. Sampai Aevo melihat sebuah hamparan tanah
datar, dan Aevo kembali terjatuh. Jatuh dan tak sanggup untuk bangun
lagi. Aevo mencoba membuka mata dan melihat pemandangan yang sangat
indah dan jelas. Keindahan dunia di bawah sana. Warna-warni yang
dihasilkan dengan sangat harmonis oleh alam. Aevo sampai di puncak
gunung. Gunung tersebut telah takluk. Aevo mengucap syukur, dan dengan
pasrah menyerahkan tubuhnya, menyerahkan kelelahannya pada Sang
Pencipta. Dia mati. Mati dalam kepuasan hidup. Mati dalam pengertian
akan perjuangan hidup dan warna-warni kehidupan. Dedu dan tanah gunung
menjadi selimut untuk tidur panjangnya. Eidelways sebagai hiasan dan
batu gunung sebagai batu nisannya.
Inilah gambaran kehidupan yang akan, atau sedang, atau mungkin yang
seharusnya kita alami. Tetaplah berusaha, yakin pada tujuan hidup kita.
Percaya bahwa dari setiap perjuangan akan ada hasil. Sehingga kita pun
dapat menghargai hidup kita, dan semakin percaya bahwa Tuhan akan
selalu ada dalam hidup kita. Yang akan menghargai setiap usaha dalam
hidup kita sesuai harga yang telah Dia tentukan. Sampai akhirnya kita
pergi dari dunia dengan kepuasan hidup, dan yang terutama kelepasan
yang sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar